Ahad, 6 April 2014

Kutanam dengan hati kubajai dengan kasih

Minggu libur sering kumanfaatkan untuk kegiatan budi daya tanah khususnya memberi pupuk pada tanaman yang sedang rimbun tumbuh di pelataran laman rumah. Pohon tanaman yang kutanam sejak lama perlahan-lahan memperlihatkan jati dirinya yang hijau, renik dan kembang sekata di sekelilingnya. Bila ia tumbuh subur dalam jajaran sekata, pohon ini bukan sahaja tampil kemas bila dilihat daripada pandangan sisi bahkan jauh dari itu pohon berkenaan menjalankan tugas fotosintesis yakni menyerap haba dan bau-bauan sehingga udara yang melintas dapat dineutralkan menjadi bersih. Nah yang kedua ini penting kerana kini dengan populasi yang meningkat, guna tanah semakin penting dan kini nampaknya hampir tiada jarak antara rumah kita dengan tetangga sebelah. 

Berkaitan dengan pohon yang ditanam tumbuh melata, aku teringat pesan ibuku ketika ia mendedikasikan dirinya setiap pagi untuk membajai dan sesekali mentrim pohon bunga jenis daun daripada spesies bunga puding. Pesan ibuku, "menanam bunga dan apa sahaja tanaman yang ditanam tidak cukup dengan menyiram dan memberi baja tetapi sesekali sambil memberi pupuk, belailah ia dengan kata-kata menawan misalnya hi pokokku, tumbuhlah engkau menghijau kembang cantik dan subur menghiasi laman dan kawasan ini". Senang cerita, bawalah pohon itu berbual dengan kata yang baik-baik. Itulah terapi dan daya rangsangan untuk memberikan energi positif kepada pohon berkenaan. Bukankah setiap kewujudan itu mempunyai rohnya masing-masing. Dan kita harus tahu bagaimana semua elemen kehidupan yang bernyawa itu bekerja dan saling memerlukan. Membiarkan pokok yang ditanam sendiri tanpa dipeduli membuatkan jiwanya depresi dan lambat berkembang. Ia memerlukan nutrisi dan zat serta "sosiolisasi". Lainlah jika pohon itu jenis yang tahan banting.

Rupanya tradisi terapi pohon ini memang sudah menjadi amalan orang tua di kampung sejak lama. Ketika sahabatku sesekali berkunjung ke rumah kampung dahulu, beliau sering memuji tumbuhan bunga renik yang tumbuh menghijau dan rimbun. Cantik kata sahabatku dan terus bertanya siapa yang tanam. 

Ibuku mengatakan pohon yang ditanam harus dikerjakan dengan hati dan dibajai dengan kasih. Ketika jiwa bersih kita pupuk dan semai dalam semua tindakan yang kita lakukan, hasilnya akan baik. Pernah sekali ibuku yang begitu taksub dengan kemanisan nenas Sarawak yang mempunyai mata besar dan manis merasa sukacita mendapat benih berkenaan daripada seorang kerabat yang baru pulang dari sana. Ia menanam tanaman kontan berkenaan di tanah gambut dan apabila tanaman kontan berkenaan menjadi, ibuku lantas memberi taburan gula pasir dipelupuk pucuknya. Wah..kataku. Ibuku dengan bersahaja berkata "Bismillah, insya-Allah buahnya pasti baik dan manis". Excelente..memang. Moralnya, tak kira apakah yang kita lakukan itu merupakan kegiatan budi daya tanah, memasak, atau melaksanakan amanah dan tanggungjawab, pokoknya lakukan dengan hati, kasih dan cinta, dan hasilnya pasti "seksis".

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

COVID-19 - Dunia Ini Rapuh dan Tidak Berdaya, Pelajaran Buat Kita

Tidak siapa menduga COVID-19 yang bermula di Wuhan, China merebak ke seluruh dunia. Masyarakat dibuat terpinga-pinga dan panik. Kita dibias...