Sabtu, 5 September 2015

lihat kebunku ada pohon cabe

Usaha budidaya tanah itu lelah bagi orang kantor sepertiku. Ketika berbulan-bulan berjibaku di kerusi melaksanakan pekerjaan dan segala macam titik bengeknya, aku merasa perutku kembung kerana duduk makan tapi tidak membanting tulang di tanah. Ia berbeza dengan masa kecilku yang menolong emak dan nenek di kampung. Membanting tulang hampir setiap hari dan aku tidak pernah mengecewakan orang tua dan sesepuh yang telah banyak berjasa. Asyik. 

Beberapa hari kebelakangan, aku mendatangi teman akrabku masa kecil. Teman akrabku cangkul. Ya cangkul. Aku menyangkul tanah untuk memindahkan semaian lada yang sudah matang dan memerlukan keleluasaan untuk berkembang dan tumbuh besar dengan hasil yang baik. Setelah menyangkul dan memindahkan semaian matang, aku tentu berharap ia tumbuh kembang dengan baik dan indah.

Inilah karyaku 
Menyangkul tanpa bunga-bunga exercise atau pemanasan merupakan satu kejutan pada urat tangan. Entah mengapa, tanganku jadi keter-keter dan grogi ketika mau ngeteh. Ngak bisa diangkat secangkir teh kerana rasa keter-keter di tangan seperti layaknya setahun tidak makan, sedangkan aku tidak lapar waktu itu. Aku gagahi jua sambil tawa kerana kerja kolar putih yang jarang berkegiatan budidaya tanah itu tidak bisa dikejut-kejutkan kecuali kita memang melakukannya setiap hari.

lada gue
Pagi ini dan beberapa hari sebelumnya, aku melihat bangga budidaya tanah dengan menanam cabe panjang itu mula menebarkan pesonanya. Berbuah lho. Inilah karyaku hasil kolaborasi dengan tanah. Baru lapan pokok, bayangkan kalau 30! Hasil yang lapan pohon ini saja sudah cukup lumayan, buat masak-masak dan dibuat sambal ijo. Nah, ini namanya lelah yang berhasil kerana kita berhasil menjadikan sesuatu itu dengan usaha selain dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Tak pernah ada yang sia-sia jika kita berbudi pada tanah. Mereka yang berbudi pada tanah dan telah memberi makan pada banyak orang itu adalah pahlawan kemerdekaan. Aku juga pahlawan lho, paling tidak untuk diri sendiri. Pahlawan yang melawan kemalasan dan merasa selesa dalam zonnya.

Hasil cabe cukup matang dan pagi ini aku memetiknya satu persatu dengan senyum menguntum dan rasa bangga yang teramat. Menghabiskan sepohon memetik cabe yang sudah matang pada ketika atmosfera kebun di sekitar rumahku memang tiada, menyebab aku kurang motivasi. Ia tentu sangat berbeza ketika seorang petani menuai hasil pada ketika di siklus tempat ia berbudidaya itu di kelilingi hamparan tanaman yang matang dan segerombolan petani yang dengan sibuknya menuai. Di tempatku, cuma aku seorang yang rajin budidaya cabe...hahaha. Rupanya penat juga menghabiskan sepohon memetik dengan duduk, bongkok dan cangkung. Moralnya, ketika anda membeli dan menggunakan cabe, ingatlah bahawa cabe-cabe itu telah membuat keringat banyak orang dan memberi rezeki untuk makan pakai petani dan keluarga mereka. Ya, mereka wajar diiktiraf sebagai pahlawan kemerdekaan dan pahlawan bagi food security dalam memperkasa bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri. Dengannya, negara bisa mandiri untuk keperluan bahan baku dan tentunya tidak perlu mengimport. Untukku, setidaknya untuk sementara ini tidak perlu berbelanja 5 dollar untuk sekilo cabe. Alhamdulillah, syukurilillah.


Tiada ulasan:

Catat Ulasan

COVID-19 - Dunia Ini Rapuh dan Tidak Berdaya, Pelajaran Buat Kita

Tidak siapa menduga COVID-19 yang bermula di Wuhan, China merebak ke seluruh dunia. Masyarakat dibuat terpinga-pinga dan panik. Kita dibias...